Selasa, 16 November 2010

Burung Kacembang Gadung










Irena puella (Kacembang Gadung/ Asian Fairy Bluebird)
Kingdom : Animalia
Phyllum : Chordota
Class : Aves
Ordo : Passeriformes
Family : Irenidae
Genus : Irena
Spesies : Irena puella
Deskripsi : berukuran sedang (25 cm), berwarna hitam dan biru. Jantan: mudah dikenali dengan mahkota, tengkuk, punggung, penutup sayap atas dan tunggir berwarna biru terang, sedangkan sisa bagian lain hitam. Iris merah, paruh dan kaki hitam.
Lokasi ditemukan : Jalur air terjun, Stasiun Penelitian Orang Utan Prevab, Taman Nasional Kutai.

Referensi :
www.biolib.cz
Wijaya A, 2008. Survey Inventarisasi Avifauna di Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) I Sengatta Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur . Technical Report

Sabtu, 13 November 2010

Sistem Informasi Geografis (SIG) Sebagai Jendela Pemantau Keamanan Kawasan Hutan










Oleh : Sugeng Jinarto

Sistem Informasi Geografis (SIG) saat ini sudah banyak dikenal di kalangan masyarakat. Sistem ini memiliki multi fungsi yang bisa digali dan dikembangkan dengan improvisasi ide-ide yang ada. Menurut Aronoff (1989) dalam Prahasta (2001), SIG didefinisikan sebagai sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi. Empat kemampuan yang dimiliki SIG dalam menangani data yang bereferensi geografi yaitu : (a) masukan, (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) analisis dan manipulasi data, (d) keluaran.

Tindak kejahatan di bidang kehutanan saat ini sudah menggunakan alat-alat yang tergolong mutakhir seperti GPS (Global Positioning System), Telepon Satelit, Hand Phone (HP) dan lain-lain, sehingga untuk memantau tindakan mereka yang dikenal dengan sebutan modus operandi, juga diperlukan strategi dan alat yang mutakhir.

Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh SIG bisa dimanfaatkan dalam melakukan pendeteksian tindak kejahatan di bidang kehutanan, baik untuk kegiatan yang bersifat preventif maupun represif dalam pengamanan kawasan hutan.

Polisi Kehutanan (Polhut) sebagai aparat yang berada di garis depan pengamanan hutan yang memiliki wewenang kepolisian tertentu dalam bidang kehutanan sudah seharusnya memiliki kemampuan untuk menelaah modus operandi yang digunakan oleh para pelaku tindak pidana di bidang kehutanan, sehingga diharapkan para Polhut juga bisa menguasai operasional SIG baik melalui diklat, in house training maupun belajar sendiri secara otodidak.

Beberapa Software SIG yang banyak digunakan di Indonesia diantaranya adalah Arcview, Arcinfo, ArcGIS dan ada juga software lain, baik yang digunakan sebagai software utama maupun pendukung seperti Global Mapper, ERDAS, ERMAPPER, WMS (Water Modelling System) dan lain-lain. Masing-masing software memiliki keunggulan dan kelemahan, tergantung pengguna yang bisa memanfaatkan sisi tersebut. Misalnya saja WMS, software ini lebih spesialis menangani masalah DAS (Daerah Aliran Sungai), daerah tangkapan air (cathment area) dan lain-lain.

Beberapa teknik penggunaan SIG dalam upaya pengamanan kawasan hutan adalah sebagai berikut:

A. Upaya Preventif

Sebelum terjadinya tindak kejahatan dalam kawasan hutan biasanya ada langkah antisipasi yang disebut sebagai tindakan preventif. Dalam hal ini bisa dilakukan dengan berbagai kegiatan misalnya patroli rutin, atau kegiatan intelijen. Kegiatan tersebut tentunya menggunakan dasar peta sebagai penentu dimana tempat-tempat yang menjadi sasaran patroli rutin atau kegiatan intelijen. SIG bisa menjawab keperluan tersebut melalui teknik yang disebut sebagai proximity analysis (analisis kedekatan) yang biasanya dalam software Arcview dan ArcGIS menggunakan langkah yang disebut sebagai buffering. Areal yang dibuffer adalah jalan-jalan atau lorong yang terletak di dalam dan di sekitar kawasan hutan, yang kemudian dinyatakan sebagai daerah rawan (police hazard). Lebar buffer bisa disesuaikan dengan jangkauan daya jelajah pelaku tindak kriminal dan disesuaikan dengan kondisi topografi areal tersebut, bisa berupa 3 Km, 4 Km dan sebagainya.

Areal yang dinyatakan sebagai daerah rawan harus terpantau secara kontinyu sehingga apa yang terjadi di areal tersebut bisa terus menerus dimonitor. Beberapa personil pengamanan hutan bisa terkonsentrasi untuk mengawasi pada areal yang dinyatakan sebagai ”daerah rawan”.

B. Kegiatan Represif

Kegiatan illegal logging tentunya menggunakan akses untuk memasukkan kendaraan dan alat-alat lain yang digunakan untuk menebang dan mengangkut kayu. Akses tersebut bisa berupa jalan setapak, jalan sarad, jalan angkut dan beberapa tempat penumpukan kayu. Aktifitas tersebut bisa terpantau melalui citra satelit yang setiap 18 hari sekali dilakukan pemotretan dari luar angkasa. Untuk mendapatkan citra satelit tentunya bisa mengeluarkan biaya jutaan rupiah, namun saat ini google juga meluncurkan fasilitas google map yang bisa diakses melalui internet, walaupun gambarnya tidak sebagus dari citra satelit aster atau citra satelit landsat. Areal yang kita inginkan kita cari dalam google maps pada pilihan ’satellite’, kemudian kita copy dan dilakukan penempatan koordinat areal tersebut dengan menggunakan software Global Mapper 8.

Setelah koordinat pada citra satelit google sudah sesuai dengan yang diharapkan, kemudian citra tersebut dianalisa dengan software Arcview atau arcGIS yang kemudian dioverlay dengan batas kawasan hutan yang dipantau. Beberapa aktivitas yang terjadi pada kawasan tersebut bisa dianalisis satu per satu.

Keberadaan aktivitas tindak kriminal kehutanan di tempat tersebut bisa diukur jaraknya dari tempat untuk memulai suatu kegiatan operasi pengamanan, kemudian teknik penyergapan juga bisa direncanakan dengan baik dengan biaya yang minimal dan tentunya akan mendapatkan keberhasilan operasi pengamanan.


Bahan bacaan

Prahasta, E. 2001. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Informatika, Bandung.